Orang Miskin Adalah
Salah satu tugas negara adalah memelihara kesejahteraan rakyat dengan membangun sistem yang men-generate keadilan sosial dan menjauhkan rakyat dari kemiskinan. Jika negara lalai membangun sistem yang mensejahterakan seluruh rakyat, niscaya segala program bantuan buat rakyat miskin hanya akan menempatkan negara sebagai pusat kedermawanan.
Fondasi regulasi (legal fondation) dalam bentuk undang-undang, seperti Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Undang-Undang Penanganan Fakir Miskin, Undang-Undang Pengelolaan Zakat, Undang-Undang Wakaf, dan lainnya tidak terlepas dari tujuan untuk merealisasikan tugas negara dalam mengelola masalah kesejahteraan yang begitu kompleks.
Kemiskinan dapat digambarkan sebagai bentuk ketidak-adilan sosial dan anomali dari tujuan pembangunan masyarakat madani. Tokoh pejuang pers nasional almarhum Mochtar Lubis menyampaikan kritik sosial yang layak direnungkan;
“Bila Anda tetap saja tidak mendapat penghasilan yang cukup untuk bisa hidup layak sebagai manusia, betapapun kerasnya Anda bekerja dan ingin bekerja, itu adalah ketidakadilan sosial. Bila anak-anak Anda tak dapat bersekolah, atau anak-anak itu tak dapat disekolahkan karena alasan keuangan, itu ketidakadilan sosial. Bila Anda harus tinggal di daerah kumuh yang tidak memenuhi syarat sebagai pemukiman manusia, itu adalah ketidakadilan sosial. Bila Anda sakit dan tidak punya dana untuk membayar dokter, obat dan rekening rumah sakit, itu ketidakadilan sosial. Bila hanya segelintir kaum elite menikmati semua kekuasaan dan semua kemakmuran dan semua kesejahteraan hidup, itu juga ketidakadilan. Bila seorang anak lapar menangis di kegelapan malam, itu adalah tangisan menuntut keadilan. ” (Mochtar Lubis Wartawan Jihad, penyunting Atmakusumah, 1992)
Bangsa Indonesia memiliki kearifan lokal seperti tercermin pada budaya gotong-royong dan tolong menolong yang pada dasarnya dapat menjadi katup pengaman terhadap bahaya kemiskinan. Sebagai contoh, kearifan lokal di Minangkabau mengajarkan, “Barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang (berat sama dipikul ringan sama dijinjing) dan “Kaba baiak bahimbauan, kaba buruak bahambauan” (kabar baik berhimbauan, kabar buruk berhamburan). Saya kira hampir semua suku dan etnik di Nusantara memiliki kearifan lokal yang secara eksplisit dan implisit menegaskan keberpihakan terhadap orang-orang yang dalam kesusahan sebagai bentuk tanggung jawab kemanusiaan.
Dalam kenyataan, kenapa orang miskin mengalami kelaparan, anak-anak menderita gizi buruk, anak keluarga miskin bunuh diri karena orang tuanya tidak mampu bayar uang sekolah, seperti terjadi di Jakarta dan di tempat lainnya. Di manakah negara dan kearifan lokal?
Wilayah administrasi negara dibagi habis sampai ke pemerintah desa/kelurahan atau nama lain. Setiap desa/kelurahan atau yang setingkat terbagi menjadi jorong, kampung, atau di perkotaan Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW). Oleh sebab itu tanggungjawab untuk memelihara dan melindungi kesejahteraan rakyat harus berjalan di semua lingkup kewenangan pemerintahan. Motto perjuangan almarhum Said Tuhuleley, tokoh pemberdayaan masyarakat PP Muhammadiyah patut menjadi renungan kita semua dalam upaya memberdayakan masyarakat kecil di manapun, almarhum menyatakan: “Selama rakyat menderita, tidak ada kata istirahat.”
Semua unsur dalam pemerintahan sampai strata paling bawah harus memiliki kepekaan dalam melihat persoalan kemiskinan. Gamawan Fauzi sewaktu menjabat Menteri Dalam Negeri mengingatkan para pejabat di daerah, jangan mengutamakan anggaran untuk kepentingan mereka sendiri, seperti untuk pembangunan rumah pejabat yang mewah, pengadaan mobil mahal, kantor megah dan lainnya yang tidak pantas. Prioritas anggaran harus untuk masyarakat. Sejalan dengan imbauan, pejabat di pusat tentu juga harus menjadi contoh yang baik.
Dalam kaitan ini peran fasilitatif dan mediatif aparatur pemerintah harus dioptimalkan untuk mempercepatan langkah mengatasi kemiskinan. Manajemen pembangunan, konsistensi kebijakan dan keteladanan merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan. Manajemen pemerintahan harus digerakkan oleh kepemimpinan yang transformatif dan mentalitas aparatur yang bisa membuat rakyat percaya kepada sistem, bukan menunggu keajaiban dalam siklus lima tahun.
Peran kepemimpinan formal di pemerintahan dan peran masyarakat merupakan dua elemen pokok dalam penanggulangan kemiskinan. Semenjak empat dasawarsa lalu di ibukota negara dan di semua daerah sudah ada lembaga pengelola zakat yang menjalankan tugas dan fungsinya membantu orang-orang miskin, yaitu BAZNAS (dahulu BAZIS) dan lembaga-lembaga amil zakat (LAZ) yang diprakarsai masyarakat.
Pembentukan lembaga pengelola zakat adalah bagian integral dari sistem kesejahteraan yang difasilitasi oleh negara. Lembaga pengelola zakat didirikan untuk memberikan pelayanan kepada kaum miskin dan menyelesaikan masalah semua orang. Untuk itu BAZNAS dan LAZ harus “familiar” dengan kenyataan hidup orang miskin. Visi lembaga zakat untuk mengubah mustahik menjadi muzaki sungguh tidak mudah, tetapi minimal bisa membuat mustahik menjadi mandiri sehingga terbebas dari fakir dan miskin. Karena itu, lembaga zakat harus benar-benar menerapkan manajemen Islami agar berkah.
Di sekitar isu kemiskinan sebagai persoalan serius bangsa, masih ingatkah pembaca tahun 2013 lalu seorang bocah putus sekolah bernama Tasripin (12 th) yang menjadi buruh tani untuk menghidupi ketiga adiknya tiba-tiba menjadi berita nasional? Simpati dan bantuan spontan pada waktu itu berdatangan bahkan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengetahui kasus tasripin melalui twitter. Tasripin setiap hari bekerja di sawah agar adik-adiknya bisa makan. Satinah, ibu mereka, meninggal dunia dua tahun silam di usia 37 tahun akibat terkena longsoran batu saat menambang pasir di dekat rumahnya. Kuswito, ayahnya, mencari nafkah di luar kota. Tasripin dan adik-adiknya hidup sebatang kara dan hanya berteman tetangga yang kerap memberi mereka makanan. Hal yang mengesankan, sore hari ia masih sempat mengajar adik-adiknya membaca Al Quran dan mengajak shalat di mushalla depan rumahnya. Tasripin memperoleh hadiah uang dari Presiden, Menteri Agama, dan mendapat simpati luar biasa dari pejabat pusat dan daerah. Rumah tempat tinggal Tasripin di Banyumas, Jawa Tengah direnovasi oleh Kodim dan Korem yang bertindak cepat memberi bantuan. Cerita dan kisah Tasripin telah berlalu dan mungkin telah terlupakan karena tertutup oleh isu-isu baru.
Tasripin hanyalah potret “gunung es” kemiskinan absolut dan kepincangan sosial di negara kita yang berdasarkan Pancasila. Di pelosok tanah air masih banyak anak-anak keluarga miskin yang bernasib sama atau mungkin lebih pahit hidupnya daripada Tasripin yang beruntung karena diekspos oleh media.
Para pemimpin dan elite di pusat dan di daerah-daerah tidak seharusnya mengalami “rabun dekat” dengan realita kemiskinan, atau menutup-nutupi fakta tentang kemiskinan di daerahnya. Kemiskinan dan kepincangan sosial harus diatasi dengan pendekatan regulatif dan kebijakan, bukan dengan pendekatan yang bersifat karikatif. Pemimpin yang bijaksana tentu tidak mau menjadikan rakyatnya bermental pengemis. Pemimpin yang bijaksana tentu menyadari bahwa negara wajib membangun sistem yang menghasilkan pemerataan kesejahteraan, menjamin keamanan serta menegakkan hukum dan keadilan. Di sinilah perbedaan antara tindakan negara dan tindakan masyarakat dalam mengatasi masalah kemiskinan.
Wallahu a’lam bisshawab.
24 Lượt xem Premium28/11/2024
Artist: Raditya AdiAlbum: Orang Miskin InstrumentalGenre: Rap,Hip HopRelease Date: 14/10/2022Label: BelieveTracks: 4Playing Time: 00:15:42Format: Mp3Quality: 320Kbps.
Kaya miskin adalah ujian | Ada kisah imajinatif tentang tiga jenis angin yang adu kekuatan. Angin topan, angin puting beliung dan angin sepoi-sepoi. Ketiga angin ini bersaing menjatuhkan seekor monyet di atas dahan.
Dengan kecepatan tinggi, angin topan menerjang. Makin kencang, makin erat si monyet berpegangan. Tak berhasil.
Giliran angin puting beliung. Pusaran makin besar, makin besar pula kekuatannya. Lagi-lagi si monyet makin kuat berpegangan. Gagal juga.
Kedua angin itu sempat meremehkan angin sepoi-sepoi. “Mana mungkin kamu bisa menjatuhkannya? Dengan kekuatan kami saja, dia tak juga jatuh, apalagi kamu yang pelan embusannya.”
Angin sepoi-sepoi pun beraksi. Embusan semilir justru membuat monyet itu mengantuk. Lantas tangannya tak lagi berpegangan. Dan monyet itu pun terjatuh.
Kaya miskin adalah ujian, Kekayaan Bukanlah Wujud Kemuliaan
Betapa banyak orang yang gagal dengan ujian kenikmatan seperti kisah di atas. “…Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya)…” (QS. Al-Anbiyaa 35). Kebaikan dan keburukan ibarat dua mata uang yang terpisahkan. Susah-senang datang silih berganti.
“Maka adapun manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kesenangan, maka dia berkata, ‘Tuhanku telah memuliakanku.’ Namun apabila Tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, ‘Tuhanku telah menghinaku.’ Sekali-kali tidak!...” (QS. Al Fajr 15-16).
Kekayaan itu juga ujian dan bukan tanda kemuliaan dari Tuhan. Nabi Muhammad saw. bersabda, “Demi Allah, dunia ini lebih hina di sisi Allah dibanding bangkai ini (kambing yang cacat) di mata kalian” (HR. Muslim).
Betapa banyak orang yang sebelumnya fakir lalu Allah memberinya sejumlah harta yang banyak lantas dia lalai. Qarun misalnya. Dia masih kerabat Nabi Musa.
Sebelum jadi saudagar, dulunya dia rajin membaca kitabullah. Sayangnya, kekayaannya malah membuatnya sombong dan lupa diri. Kaya miskin adalah ujian. Itulah yang dialami Qarun. Dia gagal melewati ujian itu.
“Dia berkata, ‘Sesungguhnya aku diberi kekayaan ini karena ilmu yang ada padaku.’ Tidakkah dia tahu bahwa Allah telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat darinya dan lebih banyak mengumpulkan harta…” (QS. Al Qashash 78).
Harta itu Modal Perjuangan Bukan Hanya Kesenangan
Di sisi lain, kita bisa mengambil teladan baik dari Abdurahman bin Auf. Muhajirin senior ini lihai berbisnis. Setiap usaha yang digelutinya berkembang pesat. Ia ibarat Raja Midas dalam mitologi Yunani yang memegang benda kemudian bisa diubah menjadi emas.
Rahasia sukses Abdurrahman bin Auf dalam berdagang adalah menghindari yang haram dan syubhat (tidak jelas kehalalannya).
Ia juga banyak bersedekah. Suatu ketika Rasul saw berkata padanya. ”Wahai Ibnu Auf, sesungguhnya engkau adalah kelompok orang-orang kaya dan engkau akan masuk surga dengan merangkak. Karena itu berilah pinjaman kepada Allah niscaya Allah lepaskan kedua kakimu."
Abdurrahman bin Auf khawatir jika hartanya makin memperlambat langkahnya ke surga. Kaya miskin adalah ujian. Itulah yang dirasakan pula oleh Abdurrahman bin Auf, sahabat nabi. Dan dia lulus dengan ujian kaya.
Dari situlah, ia pernah bersedekah 40.000 dinar kepada Bani Zuhrah (keluarga dari Siti Aminah, ibu nabi), istri-istri nabi, dan warga miskin.
Dia juga pernah menyerahkan 500 ekor kuda untuk jihad. Dia juga menyumbangkan 1.500 unta. Sepeninggal Nabi, Abdurrahman inilah yang menanggung seluruh kebutuhan istri-istri nabi.
Sebelum wafat, ia berwasiat 500 ribu dinar. Uang ini untuk perjuangan di jalan Allah dan 400 dinar bagi tiap veteran Badar dan keluarga syuhada Badar.
Inilah contoh betapa harta itu bermanfaat di tangan orang shalih. Namun harta juga jadi sumber malapetaka jika berada di tangan orang fasik seperti Qarun.
Baca juga: Dzikir Agar Masalah Cepat Selesai
Si Miskin Yang Akrab dengan Agama
Bagaimana dengan kemiskinan? Kita bisa mencontoh Abu Hurairah. Dulunya ia anak yatim yang berasal dari Bani Daus, agak jauh dari Mekkah.
Abu Hurairah adalah salah satu ahlush shuffah. Ini sebutan bagi para sahabat yang tidak punya tempat tinggal di Madinah atau tidak punya kerabat atau tidak punya harta atau juga perantau yang masuk Islam yang berasal dari negeri yang jauh.
Mereka tidur, makan dan belajar di Masjid Nabawi. Rasul saw tidak pernah mempermasalahkan keberadaan mereka. Bahkan Nabi sangat perhatian.
Sehari-hari, mereka bergaul dengan Nabi Muhammad dan banyak belajar. Di situlah, Abu Hurairah adalah sahabat Nabi yang paling banyak meriwayatkan hadits Nabi (5.374 hadits). Keseharian mereka diisi dengan menimba ilmu.
Ahlus shufah ini hanya memanfaatkan makanan yang ada di masjid atau pemberian nabi. Kadang ada beberapa sahabat yang mengundang makan. Jika tak, mereka pun berpuasa.
Masjid Nabawi kala itu seperti posko. Warga Madinah sering menggantungkan beberapa tangkai kurma di tiang-tiang masjid. Siapa saja boleh menikmatinya.
Baca juga: Cerita Hilangnya Kekayaan dalam Sekejap
Dekat Dengan Orang Shalih
Rasul saw. juga sering menerima hadiah makanan minuman. Maka pasti beliau membaginya bersama Ahlus Shuffah. Abu Hurairah pernah kelaparan. Sampai-sampai ia mengganjal perutnya dengan batu.
Hari itu tak ada sahabat yang mengundangnya makan. Syukur, Nabi mengundangnya. Di rumah Nabi ada semangkuk susu hadiah. Abu Hurairah berharap Nabi membagi susu itu dengannya.
Tapi Nabi malah menyuruhnya untuk mengundang semua Ahlus shuffah. Abu Hurairah berkata sendiri, “Sesungguhnya aku enggan karena aku berharap susu itu untukku.” Namun ia tetap menaati perintah nabi.
Berkumpullah 40 atau 70 orang. Lalu Nabi berdoa sambil memegang mangkuk itu lalu mempergilirkannya. Mukjizat, nyatanya susu itu tak habis-habis.
Nabi dan Abu Hurairah paling akhir. Nabi menyuruhnya minum dulu dan terus menyuruhnya, “Demi Allah yang mengutusmu dengan agama yang benar, saya tak sanggup lagi. Saya sudah kenyang.” Nabi pun tersenyum lantas meminumnya.
Baca juga: Amalan Agar Terhindar Dari Hutang
orang kaya mati orang miskin mati